Kamis, 09 April 2009

Analisis Komputer Pengendali Pesawat Terbang

Analisis Komputer Pengendali Pesawat Terbang

Sistem Navigasi Pesawat Terbang

Semua pesawat terbang dilengkapi dengan sistem navigasi agar pesawat tidak tersesat dalam melakukan penerbangan. Panel-panel instrument navigasi pada kokpit pesawat memberikan berbagai informasi untuk sistem navigasi mulai dari informasi tentang arah dan ketinggian pesawat. Pengecekan terhadap instrument sistem navigasi harus seteliti dan seketat mungkin.

Sebagai contoh kejadian yang menimpa pesawat Adam Air pada bulan pebruari 2006 sewaktu menjalani penerbangan dari bandara Soekarno Hatta menuju bandara Hasanudin di Makasar. Ketidaktelitian pihak otoritas penerbangan yang mengijinkan pesawat Adam Air terbang dengan sistem navigasi yang tidak berfungsi menyebabkan Pesawat Adam Air berputar-putar di udara tanpa tahu arah selama tiga jam, sebelum mendarat darurat di bandara El Tari Nusa Tenggara Timur. Kesalahan akibat tidak berfungsinya system navigasi adalah kesalahan yang fatal dalam dunia penerbangan. Sanksi yang diberikan adalah dicabutnya ijin operasi bagi maskapai penerbangan yang melanggar.

Fasilitas Navigasi dan Pengamatan adalah salah satu prasarana penunjang operasi bandara. Fasilitas ini dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu:

  1. Pengamatan Penerbangan

  2. Rambu Udara Radio

Peralatan Pengamatan Penerbangan


Peralatan pengamatan Penerbangan terdiri dari:


  • Primary Surveillance Radar (PSR)

    PSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi dan data target yang ada di sekelilingnya secara pasif, dimana pesawat tidak ikut aktif jika terkena pancaran sinyal RF radar primer. Pancaran tersebut dipantulkan oleh badan pesawat dan dapat diterima di system penerima radar.

  • Secondary Surveillance Radar (SSR)

    SSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi dan data target yang ada di sekelilingnya secara aktif, dimana pesawat ikut aktif jika menerima pancaran sinyal RF radar sekunder. Pancaran radar ini berupa pulsa-pulsa mode, pesawat yang dipasangi transponder, akan menerima pulsa-pulsa tersebut dan akan menjawab berupa pulsa-pulsa code ke system penerima radar.

  • Air Traffic Control Automation (ATC Automation) terdiri dari RDPS, FDPS. ADBS-B Processing dan ADS-C Processing.

  • Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-B) dan Automatic Dependent Surveillance Contract (ADS-C) merupakan teknologi pengamatan yang menggunakan pemancaran informasi posisi oleh pesawat sebagai dasar pengamatan.


  • Airport Survace Movement Ground Control System (ASMGCS)

  • Multilateration

  • Global Navigation Satellite System

Peralatan Rambu Udara Radio

Peralatan Rambu Udara Radio, yaitu Peralatan navigasi udara yang berfungsi memberikan signal informasi berupa Bearing (arah) dan jarak pesawat terhadap Ground Station, yang terdiri dari peralatan.


  • Non Directional Beacon (NDB)

    Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan frekuensi rendah (low frequency) dan dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau di luar lingkungan Bandar udara sesuai fungsinya.

  • VHF Omnidirectional Range (VOR)

    Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan frekuensi radio dan dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau di luar lingkungan Bandar udara sesuai fungsinya.

  • Distance Measuring Equipment (DME)

    Alat Bantu navigasi penerbangan yang berfungsi untuk memberikan panduan/informasi jarak bagi pesawat udara dengan stasiun DME yang dituju (Stant range distance).

Penempatan DME pada umumnya berpasangan (collocated) dengan VOR atau Glide Path ILS yang ditempatkan di dalam atau di luar lingkungan bandara tergantung fungsinya




Lawrence Sperry

Lawrence Sperry, orang pertama mendemonstrasikan sistem pilot otomatispada tahun 1914.


Pilot otomatis (dari bahasa Inggris: autopilot) adalah sistem mekanikal, elektrikal, atau hidrolik yang memandu sebuah kendaraan tanpa campur tangan dari manusia. Umumnya pilot otomatis dihubungkan dengan pesawat, tetapi pilot otomatis juga digunakan di kapal dengan istilah yang sama.

Sistem pilot otomatis pertama diciptakan oleh Sperry Corporation tahun 1912. Lawrence Sperry (anak dari penemu ternama Elmer Sperry) mendemonstrasikannya dua tahun kemudian pada 1914 serta membuktikan kredibilitas penemuannya itu dengan menerbangkan sebuah pesawat tanpa disetir olehnya.

Pilot otomatis menghubungkan indikator ketinggian menggunakan giroskop dan kompas magnetik ke rudder, elevator dan aileron. Sistem pilot otomatis tersebut dapat menerbangkan pesawat secara lurus dan rata menurut arah kompas tanpa campur tangan pilot, sehingga mencakup 80% dari keseluruhan beban kerja pilot dalam penerbangan secara umum. Sistem pilot otomatis lurus-dan-rata ini masih umum sekarang ini, lebih murah dan merupakan jenis pilot otomatis yang paling dipercaya. Sistem tersebut juga memiliki tingkat kesalahan terkecil karena kontrolnya yang tidak rumit.

Awak pesawat yang bekerja di dalam pesawat Boeing 777 hanya mengawasi dan mengecek sistem autopilot, karena semua peralatan beroperasi secara otomatis



Instrumen yang ada di kokpit pesawat dengan jumlah dan fungsi
yang bermacam-macam



Kontrol Lalulintas Udara


Segala aktifitas pengaturan lalulintas udara dikendalikan dari ruang air traffic control. Sedangkan Ruang Air Traffic Control sendiri terdiri dari empat unit tugas yaitu :



Aktifitas Air traffic
Gambar Aktifitas di ruangan Air Traffic Control


  1. Data Analyzing Room

  2. En-route Control Unit

  3. Pilot Unit

  4. Terminal Control Unit



Pengatur Lalulintas Udara
Peralatan Pemantau Lalulintas Udara Display Air Traffic Controller






Instrument Landing System



Instrument Landing System
Gambar Instrument Landing System

Instrument Landing System adalah suatu sistem peralatan yang ada di Bandar udara yang digunakan untuk memandu pesawat dalam melakukan pendaratan dengan aman dan lancar. Instrument Landing System menggunakan dua transmisi. Transmisi yang pertama berfungsi untuk memandu pesawat menuju landasan pacu, transmisi yang kedua menginformasikan tentang ketinggian pesawat dari landasan pacu.


Alur pendaratan pesawat terbang dengan dipandu Instrument Landing System



Instrument Landing System
Gambar Alur Pendaratan Pesawat

Setelah memberi tahu pada bandara yang dituju, awak pesawat menunggu instruksi dari petugas Air Traffic Control. Pesawat akan diarahkan oleh Instrument Landing System melaui radio beacon untuk menentukan arah pendaratan agar tepat pada tengah tengah landasan pacu.

Ground Controlled Approach

Pesawat yang terpantau radar akan diarahkan oleh operator Ground Controlled Approach tentang petunjuk pendaratan pesawat terbang, dengan tujuan pesawat dapat mendarat dengan aman. Pekerjaan ini menuntut konsentrasi yang tinggi dari operatornya, sehingga diperlukan kerja shift karena bandara beroperasi duapuluh empat jam.



Radar pendeteksi Pesawat di Bandara

Mengenal Sistem Kendali Fly by wire pada pesawat terbang

Semua pesawat menggunakan sistem kendali mekanikal dan hidrolik. Pilot mengendalikan pesawat dengan menggunakan gaya langsung. Caranya adalah dengan menggerakan batang dan pedal kemudi yang terhubung dengan tali baja dan pushrod untuk menggerakkan control surfaces pada sayap dan ekor.

Ketika tenaga dari mesin dan kecepatan ditingkatkan, maka dibutuhkan gaya yang lebih besar, dan digunakanlah sistem hidolik untuk membantu. Sehingga, semua pesawat dengan ukuran besar dan performa tinggi memiliki sistem kendali terbang hidro-mekanikal. Sistem kendali terbang konvensional ini membatasi para perekayasa pesawat ketika melakukan konfigurasi dan desain dalam kaitannya dengan kestabilan terbang.

Dengan meningkatnya teknologi elektronika, muncul lah sebuah ide untuk membuat suatu sistem kendali terbang elektronik. Pada sistem kendali terbang elektronik ini, kawat baja dan pushrod digantikan oleh kabel yang jauh lebih ringan. Selain itu, dengan sistem kendali elektronik, perekayasa pesawat lebih fleksibel dalam menentukan konfigurasi, ukuran, dan penempatan komponen. Sistem kendali terbang elektronik ini lah yang kemudian dikenal dengan nama fly-by-wire system.

Fly-by-wire adalah suatu sistem kendali pesawat yang menggunakan sirkuit elektronik untuk mengirimkan input pengendalian dari pilot ke motor yang menggerakkan control surface seperti flap, aileron, dan rudder. Dalam sistem kendali fly-by-wire ini tidak ada lagi penghubung hidroulik maupun mekanikal secara langsung antara pilot dengan control surface pada pesawat. Digital fly-by-wire (DFBW) menggunkan sistem kendali terbang elektronik yang dipasangkan dengan komputer digital untuk menggantikan sistem kendali mekanikal konvensional. Dengan menambahkan sebuah komputer digital antara pilot dan pesawat, maka banyak sekali keuntungan yang didapat. Fly-by-wire membuat pesawat lebih ringan karena ia telah mengeliminasi sekian banyak sistem mekanikal hidrolik. Selain itu, pesawat juga memiliki kemampuan bermanuver lebih baik karena komputer dapat melakukan penyesuaian sikap pesawat ratusan kali lebih baik tiap detiknya dibanding manusia. Hal ini membuat penumpang pesawat dapat terbang dengan lebih lembut dan efisiensi bahan bakar yang lebih baik. Pada pesawat militer, fly-by-wire menjadikan pesawat lebih tahan terhadap kerusakan akibat pertempuran dibanding sistem kendali konvensional. Fly-by-wire juga membutuhkan perawatan yang lebih sedikit dibanding sistem kandali pendahulunya.

Sistem kendali fly-by-wire dibangun untuk meninterpretasikan keinginan pilot dalam pengendalian dan kemudian menterjemahkannya dalam aksi yang terjadi pada control surface pesawat, dimana proses pemindahan ini juga melibatkan faktor lingkungan. Pada sistem kendali konvensional, ketika pilot menarik control column maka flap elevator akan naik secara proporsional dengan sejauh mana pilot menarik control column. Sedangkan pada sistem kendali fly-by-wire, pergerakan flap elevator umumnya juga proporsional, tetapi komputer dapat melakukan penyesuaian jika dilingkungan terbang terjadi turbulen. Rasio antara control column di tangan pilot dengan gerakan flap di sayap bukan lah 1:1, ini bukan lagi hubungan langsung.

Digital fly-by-wire (DFBW) pertama kali diujicobakan pada pesawat F-8 Crusader dengan nomor ekor NASA 802. Pesawat ini diawaki oleh Gary Krier dari Edwards Air-Force Base, California. Hasil uji coba ini menvalidasi suatu konsep utama sistem kendali terbang elektronik yang saat ini digunakan hampir di semua pesawat terbang dengan performa tinggi, baik pesawat militer maupun pesawat transport sipil. Sistem kendali terbang DFBW saat ini juga digunakan pada pesawat antariksa NASA, space shuttle.

Digital fly-by-wire saat ini digunakan di berbagai jenis pesawat, mulai dari F/A-18 hingga Boeing 777 dan space shuttle. Pesawat N250 yang dulu pernah dibuat IPTN dan sempat terbang di Paris Air Show 1998 juga mengadopsi sistem kendali fly-by-wire. Saat itu, N250 adalah pesawat pertama dikelasnya yang memakai sistem kendali fly-by-wire.

Saat ini konsep sistem kendali berbasis elektronik seperti fly-by-wire mulai diaplikasikan juga pada mobil-mobil modern. Pada mobil modern, telah terpasang sebuah perangkat

Untuk membangun flight simulator dibutuhkan ilmu yg lengkap bukan hanya teknik penerbangan saja. Ahli teknik penerbangan misalnya yg menguasai bidang flight mechanic paling hanya menguasai persamaan gerak pesawat udara nonliniernya saja tapi akan kerepotan ketika harus membangun model aerodinamika yg benar – benar valid. Padahal model aero adalah nyawanya pesawat udara model. Jika salah dalam membuat model aero maka akan salah dalam membuat simulasi pesawat. Model aero menghasilkan keluaran antara lain: koefisien gaya angkat, gaya hambat, gaya ke samping, koefisien momen roll, yaw, dan pitch. Keenam koefisien tersebut merupakan fungsi kecepatan pesawat, ketinggian terbang, dan konfigurasi pesawat misalnya landing gear up atau down, flapnya masuk atau keluar sekian derajat,

aileron, rudder, spoiler dan lain-lain. Ini orang aero yg lebih tahu. Kemudian untuk membuat simulator harus memiliki model propulsi yg benar – benar valid. Model propulsi keluarannya adalah thrust. Thrust yang dihasilkan merupakan fungsi jumlah bahan bakar yg masuk ke engine, ketinggian dan kecepatan terbang, dan kondisi di bandara, yaitu ketika cuaca panas dan dingin walau di bandara yg sama maka akan menghasilkan kinerja propulsi yg berbeda. Untuk membuat model propulsi yg tepat tidak setiap ahli penerbangan menguasainya. Kemudian juga harus mengembangkan model pesawat ketika bergerak di darat atau biasa dinamakan ground performance. Model ini tentunya gabungan antara persamaan pesawat udara dengan persamaan gerak wahana darat, sebab ketika pesawat bergerak menempel di atas tanah selain ada gaya aero juga ada gaya akibat interaksi antara pesawat dan tanah. Sehingga mungkin model suspensinya juga harus bener, juga perlu dibuat persamaan ketika slip atau ngepot, dls. Untuk ground performance ini saya kira lebih banyak ilmu di luar teknik

penerbangan.

Kemudian ketika menggabungkan antara gelondongan simulator dan motion system pada full flight simulator harus disadari bahwa yg menjadi acuan gerakan pesawat udara adalah titik berat (c.g.) pesawat udara. Sedangkan gelondongan simulator memiliki c.g. sendiri yg posisinya berbeda dgn posisi c.g. pesawat yg disimulasikan. Sehingga mungkin perlu ada matriks transformasi antara system acuan badan gelondongan simulator terhadap badan pesawat udara model. Gelondongan simulator, saya kira harus dibangun dengan meniru struktur pesawat terbang, yaitu ringan dan kuat supaya gerakanya lincah. Misalnya untuk menirukan gerakan stall dan recovery, maka gelondongan simulator harus siap untuk gerakan itu sehingga harus ringan dan kuat. Jika gelondongan simulator terlalu berat maka dibutuhkan kaki2 motion system yg sangat kuat sehingga biaya pembuatan simulator akan lebih mahal. Tapi struktur ringan ini mungkin juga membutuhkan material yg mahal, sehingga 2 hal yg bertolak belakang tsb perlu dikompromikan. Lalu, karena motion system memiliki keterbatasan gerakan maka perlu digunakan teknik washout sehingga indera manusia yg mengendarai simulator tetap tertipu meskipun gerakan sebenarnya dari simulator sangat terbatas sekali. Misalnya manuver pesawat tempur dapat berguling (rolling) sejauh 360 derajat, maka dengan teknik washout ini pengendara simulator tetap merasa menaiki pesawat tempur yg disimulasikan, sedangkan simulator biasanya tidak mampu berguling 360 derajat, simulator bukan hanya untuk latihan pilot, tapi juga berguna pada saat rancang bangun pesawat yaitu untuk mengevaluasi kualitas pengemudian dan pengendalian pesawat. Sehingga pada fase perancangan rinci (detail design) pada saat merancang sebuah pesawat terbang baru, mungkin perlu juga dilakukan uji simulator baik simulator beralaskan tanah (ground based) maupun simulator terbang (in-flight simulator) .

Rabu, 08 April 2009

...............

Semangat Buat kejar skripsi.....